Beranda | Artikel
Sarana Mensucikan Hati
Selasa, 1 Desember 2015

SARANA MENSUCIKAN HATI

Oleh.
Syaikh DR Mis’ad bin Musa’id al-Husaini

Pertanyaan.
Apa saja yang dapat membersihkan hati?

Jawaban.
Tidak asing lagi bahwa sebaik-baik yang mensucikan jiwa seseorang adalah ilmu syar’i, dan ilmu yang paling gung adalah ma’rifatullah (mengenal Allah), memahami ayat-ayat al-Qur`ân serta Asma’ dan Shifat yang terkandung di dalamnya. Hayatilah nama dan sifat Allâh Azza wa Jalla yang maha indah itu kemudian beribadahlah kepada Allâh dengannya, karena hal itu dapat menumbuhkan khasyatullâh (rasa takut kepada Allâh Azza wa Jalla ) dalam jiwa seorang hamba. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNya hanyalah Ulama [Fâthir/35: 28]

Maka, barangsiapa lebih mengenal Allâh Azza wa Jalla , pastilah dia akan lebih merasa takut kepada-Nya.

Kemudian yang ke dua adalah banyak membaca serta mentadaburi al-Qur`ân, karena ketekunan dalam membaca dan mentadaburinya dapat membukakan pintu-pintu kebaikan yang tak terhingga, menghilangkan kesedihan, dan menyingkirkan kesusahan.

Yang ke tiga adalah istighfar, memohon ampunan Allâh Azza wa Jalla . Karena segala ujian yang menimpa seorang hamba baik berupa rasa cemas, malas atau bahkan musibah, semua itu disebabkan oleh dosa-dosanya sendiri, dan peleburnya adalah istighfar. Karenanya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوْبُوْا إِلَى اللهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ فَإِنِّيْ أَتُوْبُ إِلىَ اللهِ فِيْ الْيَوْمِ أَكْثَرُ مِنْ سَبْعِيْنَ مَرَّةً

“Wahai sekalian manusia, bertaubatlah dan mohon ampunlah kalian kepada Allah, karena sesungguhnya aku bertaubat kepadanya tuju puluh kali dalam sehari” [HR. al-Bukhâri no. 5948, at-Tirmidzi no.3312, Ibnu Mâjah no.3816]

Dan dahulu para Sahabat menghitung lebih dari seratus kali dalam satu majlis beliau mengatakan:

رَبِّ اغْفِرْلِي وَتُبْ عَلَيَّ

Ya Allâh ampunilah dosa-dosaku, dan terimalah taubatku

Setiap hamba tidak mungkin luput dari kesalahan dan sifat kurang bersyukur, sehingga harus senantiasa memohon ampun atas segala kekhilafannya. Walaupun seandainya dia telah berusaha menjalankan segala ketaatan dan meninggalkan segala larangan, tetaplah dia tidak akan mampu mensyukuri segala nikmat yang telah dikaruniakan kepadanya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ

jika kamu menghitung ni’mat Allah, maka kamu tidak akan dapat menghinggakannya, sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nk’mat Allâh) [Ibrâhîm/14:34]

Bagaimana dia mensyukuri nikmat umur, penglihatan dan pendengaran, nikmat harta dan anak keturunan, nikmat rasa aman, Islam dan iman, serta nikmat mengenal sunnah Rasul, dan masih banyak lagi karunia-karunia Allâh Azza wa Jalla yang maha agung. Itu semua wajib ia syukuri, dan karena ia tidak mungkin sanggup mensyukuri semua nikmat tersebut maka hendaklah senantiasa beristighfar memohon ampun kepada Allâh Azza wa Jalla atas segala kekurangan.

Yang ke empat , memperbanyak dzikir, karena menyebut dan mengingat nama Allâh Azza wa Jalla akan melapangkan hati dan membuat segala urusan menjadi mudah. Dan lebih dari itu, sesungguhnya dzikir dapat menguatkan seorang hamba. Sebagaimana diriwayatkan kisah Fathimah yang mendatangi Rasûlullâh – atas saran Ali – untuk meminta seorang pembantu guna meringankan pekerjaan rumahnya, karena setiap hari dia memasak dan memikul kayu bakar sendiri. Akan tetapi, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengabulkan permintaan tersebut. Beliau datang ke rumah mereka dan mengajarkan dzikir sebagai ganti daripada pembantu:

أَلاَ أُخْبِرُكُمَا بِمَا هُوَ خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ؟! إَذَا أَوَيْتُمَا إِلىَ مَضْجَعِكُمَا تُسَبِّحَانِ اللهَ ثَلاَثاً وَثَلاَثِيْنَ وَتَحْمَدَانِهِ ثَلاَثًا وَثلَاَثِيْنَ وَتُكَبِّرَانِهِ أَرْبَعًا وَثَلاَثِيْنَ فَذَلِكَ خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ

Maukah kalian berdua aku tunjukan pada sesuatu yang lebih baik dari seorang pembantu?! Apabila kalian hendak tidur, maka ucapkanlah subhânallâh 33 kali, alhamdulillâh 33 kali dan Allahu akbar 34 kali. Maka itu semua jauh lebih baik bagi kalian dari seorang pembantu” [HR. al-Bukhâri no.3502, Muslim no.2727, Abu Dawud no. 2988]

Para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud “lebih baik” pada hadits di atas bukan hanya dalam masalah pahala, akan tetapi juga menunjukan bahwa barangsiapa tekun membaca dzikir-dzikir tersebut akan diberi oleh Allâh Azza wa Jalla kekuatan, semangat dan etos kerja yang membuatnya tidak butuh pembantu lagi. Oleh karenanya, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengkisahkan bahwa Ibnu Taimiyah (gurunya) apabila selesai menunaikan shalat Subuh, beliau tetap duduk di tempatnya, beliau terus berdzikir hingga terbit matahari kemudian shalat sunnah dua rakaat. Lalu beliau berkata: “Inilah asupan giziku, kalaulah aku tidak mengkonsumsinya pastilah kekuatanku akan sirna”.

Cobalah amalkan hal ini wahai saudaraku, tetaplah duduk di tempat setelah shalat Subuh dan sibukkan diri dengan mengingat dan menyebut nama Allâh Azza wa Jalla , kemudian shalatlah dua rakaat setelah matahari terbit sepenggalan naik, niscaya akan engkau dapatkan kekuatan baru dan semangat yang tak terduga. Bandingkan dengan orang yang tidur setelah shalat Subuh, tidurnya lebih banyak dari tidurmu, akan tetapi semangatnya tidak akan mengalahkan semangatmu

Kemudian hal penting ke lima yang dapat membuat hati lapang adalah memperbanyak salawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sebagaimana kisah seorang shahabat yang mengisi sebagian doanya dengan memohon kebaikan untuk dirinya sendiri, dan sebagian lagi untuk shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Ia bertanya, “Wahai Rasulullah, berapa banyakkah shalawat yang harus aku haturkan untukmu dari doa ku?”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Terserah engkau!”. Ia bertanya lagi, “Sepertiganya, wahai Nabi?”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Terserah engkau, tapi jika engkau menambahnya, maka lebih afdhol”. Ia bertanya lagi, “Setengahnya wahai Nabi?”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Terserah engkau, tapi jika engkau menambahnya maka lebih afdhol”. Ia bertanya, “Seluruhnya wahai Nabi?”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jika benar demikian, maka akan hilang rasa gundahmu, dan diampuni dosamu”.

(Syaikh DR Mis’ad bin Musa’id al-Husaini adalah dosen Ulumul Qur’an Universitas Islam Madinah KSA)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XVI/1433H/2012. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/4251-sarana-mensucikan-hati.html